Pembunuhan Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh Memicu Ketegangan Internasional
Jakarta, otoritas.co.id – “Serangan ini tidak dapat dibenarkan karena telah merusak kedaulatan wilayah negara, bertentangan dengan hukum internasional. Ini membuat suasana global tidak menentu karena ada pembiaran, khususnya yang dilakukan oleh Israel untuk melakukan kejahatan seperti pembunuhan Ismail Haniyeh ini, harus menjadi perhatian kita semua terutama PBB, untuk menegakkan hukum internasional,” sebut seorang pengamat.
Pakar Hukum Ingatkan Pasal 51 Piagam PBB
Pakar hukum internasional di Universitas Indonesia, Prof. Dr. Hikmahanto Juwana, mengingatkan tentang Pasal 51 Piagam PBB jika serangan di suatu negara dilakukan oleh pihak asing. “Ini jelas unlawful (melanggar hukum). Iran sudah menyampaikan akan terlebih dahulu mempelajari siapa di balik serangan ini. Kalau Israel, tentu Iran bisa menyerang balik berdasarkan UN Charter 51,” ujarnya.
Pasal 51 dalam Piagam PBB menegaskan “hak yang melekat (pada setiap negara) untuk membela diri secara perorangan atau kolektif apabila terjadi serangan bersenjata terhadap anggota PBB, sampai Dewan Keamanan PBB mengambil tindakan yang diperlukan untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional.” Pasal itu juga meminta setiap anggota yang mengambil langkah-langkah membela diri itu untuk “segera melaporkan kepada Dewan Keamanan PBB.”
Ismail Haniyeh Dibunuh Setelah Hadiri Pelantikan Presiden Baru Iran
Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh berada di Teheran untuk menghadiri pelantikan presiden baru Iran, Masoud Pezeshkian, pada Selasa (30/7). Sehari kemudian, Haniyeh, bersama seorang pengawalnya, tewas dalam serangan udara yang menurut Iran dan kelompok militan Hamas dilakukan oleh Israel. Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, bersumpah akan membalas serangan terhadap “tamu khusus” itu.
Israel belum menyampaikan pernyataan apapun terkait serangan tersebut dan tudingan terhadapnya. Namun, sebelumnya Israel telah bersumpah akan membunuh Haniyeh dan para pemimpin Hamas lainnya terkait serangan 7 Oktober ke bagian selatan Israel yang menewaskan 1.200 orang.
Pembunuhan yang terjadi di tengah perundingan gencatan senjata antara Israel-Hamas, yang dimediasi Amerika dan Qatar ini, ditengarai akan semakin meningkatkan risiko terjadinya konflik yang lebih besar. Banyak pemimpin dunia dan organisasi internasional meminta semua pihak menahan diri dan mempertimbangkan kerugian yang lebih besar jika konflik meluas ke wilayah lain.
Tindakan ini menuai reaksi keras dari berbagai negara dan organisasi internasional. Mereka menekankan pentingnya menahan diri dan mencari solusi damai melalui jalur diplomasi. PBB dan berbagai organisasi kemanusiaan telah menyerukan penyelidikan menyeluruh terhadap insiden ini untuk memastikan akuntabilitas dan mencegah eskalasi lebih lanjut.
Secara khusus, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, yang baru saja melangsungkan pertemuan dengan Ismail Haniyeh di Doha pada 12 Juli lalu, menyampaikan belasungkawa atas kematiannya.
Pembunuhan Haniyeh berpotensi memicu ketegangan lebih besar di wilayah Timur Tengah, yang sudah lama dilanda konflik. Semua pihak diharapkan dapat bekerja sama untuk mengurangi ketegangan dan mencari jalan keluar yang damai demi kestabilan regional dan global.