15 Oktober 2024

Konflik Eksekusi di Tulungagung, Diduga Ada Praktik Mafia Tanah

0

TULUNGAGUNG, OTORITAS.co.id  — Pelaksanaan eksekusi pengosongan rumah dan tanah milik warga Dusun Krajan, Desa Gesikan, Kabupaten Tulungagung, berlangsung dalam suasana tegang dan diwarnai isak tangis dari keluarga. Pemilik rumah, Jihamam, yang mengklaim sebagai pemilik sah dengan Sertifikat Hak Milik (SHM), menolak eksekusi dan bersikeras mempertahankan aset tanah dan rumahnya.

Dua objek yang dieksekusi meliputi tanah dan bangunan seluas 427 m² serta tanah seluas 533 m² atas permohonan eksekusi yang diajukan oleh Markidi, warga Desa Gedangsewu, Kecamatan Boyolangu, Tulungagung. Pengadilan Negeri (PN) Tulungagung memerintahkan eksekusi berdasarkan risalah lelang KPKNL Malang pada Kamis (12/9). Meski demikian, Jihamam melalui kuasa hukumnya, menolak eksekusi dengan alasan memiliki dokumen kepemilikan yang sah, yang memicu perdebatan antara kuasa hukum Jihamam dan pihak PN Tulungagung. Ketua PN Tulungagung, Cyrilla Nur Endah Sulistyaningrum, bahkan turun langsung untuk memediasi.

Proses eksekusi dikawal ketat oleh aparat kepolisian dan TNI, dengan penjagaan di lokasi serta penutupan jalan desa dan pengalihan arus lalu lintas. Di lapangan, Jihamam bersama kuasa hukumnya tetap menolak eksekusi dengan berdiri di depan pintu utama rumahnya, menghalangi petugas pengadilan yang hendak membongkar paksa rumahnya.

“Yang tidak berkepentingan silakan keluar, ini rumah hak milik saya,” tegas Jihamam sambil menunjukkan sertifikat kepemilikan yang sah atas tanah dan rumahnya. Meskipun demikian, Jihamam akhirnya diamankan oleh polisi, sehingga petugas PN dapat membuka paksa pintu utama dan memerintahkan tukang untuk membuka gembok di bagian depan rumah.

Kuasa hukum Jihamam, Fayakun, SH, menjelaskan bahwa kliennya adalah korban ketidakpastian hukum. Menurutnya, Jihamam tetap menjadi pemilik sah jika sertifikat hak milik belum dibatalkan.

“Putusan pengadilan menurut versi pemohon itu sah, tetapi kepastian hukumnya tetap membutuhkan sertifikat kepemilikan. Seharusnya, setelah adanya putusan pengadilan yang menyatakan jual beli tidak sah, itu menjadi dasar untuk gugatan pembatalan sertifikat yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional. Kalau seperti ini, putusan pengadilan tidak menimbulkan manfaat dan keadilan yang seharusnya,” tegas Fayakun.

Di sisi lain, kuasa hukum pemohon, Sinto Awijiatmoko, SH, menjelaskan bahwa pelaksanaan eksekusi awalnya berjalan alot, namun akhirnya dapat dilaksanakan. Eksekusi dilakukan atas dua sertifikat untuk dua objek pengosongan. Menurutnya, kliennya membeli tanah tersebut melalui lelang yang dibuka oleh KPKNL Malang.

“Kami ajukan penawaran, dan dari penawaran itu KPKNL menyatakan klien kami sebagai pemenang. Untuk nilai totalnya saya kurang tahu, dan awalnya kami tidak mengetahui bahwa termohon masih memegang sertifikat. KPKNL sudah memberikan surat untuk memperbarui sertifikat atau menerbitkan yang baru melalui BPN, yang nantinya akan melakukan pengukuran ulang,” jelas Sinto.

Eksekusi ini terus menjadi perhatian publik karena adanya konflik kepemilikan dan ketidakpastian hukum yang melibatkan ked

ua pihak. (*/Red)

 

Share artikel ini :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× Hallo,?