Dekonstruksi Pilar Bangsa: Akar Kemerosotan Indonesia

Oleh: Ichsanuddin Noorsy
OTORITAS.co.id || Tegaknya suatu peradaban manusia bertuhan dan berkeadilan dalam rujukan sejarah bangsa sejatinya ditopang oleh empat pilar utama yang saling terkait:
- Modal Sosial
- Modal Politik
- Modal Ekonomi
- Modal Kultural
Di era digital saat ini, keempat pilar tersebut semakin diperkuat dan dirangkai dengan modal digital, dan menjadikannya sebagai fondasi yang lebih kokoh bagi kemajuan peradaban itu sendiri.
Namun, ada kekhawatiran besar. Amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sebanyak empat kali dinilai telah secara fundamental mendekonstruksi modal sosial yang telah diwariskan oleh para pendiri republik. Akibatnya, kita menyaksikan civility war, sebuah bentuk konflik sipil dalam tatanan bermasyarakat—yang kini menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan berbangsa. Akibatnya bangsa terbelah tak terhindarkan.
Ironisnya, para pengamandemen tersebut justru berbangga dengan kiblat pemikiran mereka pada Amerika Serikat (AS). Padahal, ratusan pemikir terkemuka di berbagai belahan dunia telah menyajikan kajian mendalam yang menunjukkan posisi AS sedang mengalami kemerosotan. Setahun yang lalu, di hadapan para cendekiawan Asia Tenggara, Ichsanuddin Noorsy sendiri telah memaparkan analisisnya mengenai kegagalan Barat setelah seabad berkuasa.
Penyebab utama dari kemerosotan ini adalah materialisme radikal, sebuah paham yang gigih mereka perjuangkan. Paham ini termanifestasi dalam beberapa aspek, antara lain:
- Sistem sosial yang cenderung individualistis.
- Praktik ekonomi pasar bebas dan keuangan bebas.
- Sistem politik berbasis demokrasi liberal, yang tercermin dalam pemilihan presiden.
- Budaya materialistis yang mengukur kesuksesan semata-mata dari tingginya jabatan dan melimpahnya kekayaan.
- Sistem hukum yang nyata-nyata mengabdi pada penguasa politik dan ekonomi.
Saking ingin menjadi modern tanpa ukuran yang disepakati, para pengamendmen mempreteli kewenangan MPR. Singkatnya kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) diperkecil, melalui amandemen Pasal 1 Ayat 2 dan Pasal 2 Ayat 1, serta amandemen Pasal 6A Ayat 2 dan Pasal 33 Ayat 4, yang semuanya merupakan produk dari amandemen UUD tersebut.
Penting untuk digarisbawahi, kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara bukanlah cerminan sistem komunis. Ini adalah buah pemikiran orisinal para pendiri republik yang rujukannya kokoh dan tak tertandingi. Tujuannya adalah untuk mewujudkan tegaknya suatu sistem nilai luhur yang telah dicita-citakan oleh bangsa ini. (**)