2 Juli 2025

WASPADA! MODUS PENIPUAN PINJOL RESAHKAN WARGA: DATA DICURI, DITEROR, HINGGA DIDATANGI PENAGIH

0
images (20)

Bogor, otoritas.co.id – Masyarakat di berbagai daerah kini diresahkan dengan maraknya modus penipuan aplikasi pinjaman online (pinjol) yang semakin merajalela. Modus ini tidak hanya menimbulkan kerugian finansial, tetapi juga menciptakan teror psikologis bagi para korban yang tidak merasa melakukan pinjaman.

Banyak laporan yang masuk mengindikasikan bahwa data pribadi masyarakat telah disalahgunakan dan dimasukkan ke dalam sistem aplikasi pinjol tanpa sepengetahuan atau persetujuan mereka. Akibatnya, para korban seringkali diteror oleh pihak yang mengatasnamakan pinjol, menerima tagihan fiktif, hingga didatangi oleh debt collector ke rumah mereka, padahal mereka tidak pernah mengajukan pinjaman sama sekali.

“Saya kaget sekali tiba-tiba ditagih pinjol, padahal saya tidak pernah merasa meminjam. Data-data saya sepertinya dicuri dan digunakan untuk pinjaman fiktif ini,” ujar salah satu korban yang enggan disebutkan namanya. “Teror telepon tidak berhenti, bahkan ada yang sampai datang ke rumah. Ini sangat mengganggu dan membuat kami resah.”

Fenomena ini mengindikasikan adanya praktik pencurian data dan penipuan yang terstruktur. Para pelaku diduga memanfaatkan celah keamanan data pribadi atau memperoleh data secara ilegal untuk kemudian mendaftarkan korban ke aplikasi pinjol. Setelah data masuk, mereka mulai melakukan penagihan, bahkan dengan metode intimidasi, terhadap individu yang tidak bersalah.

Korban Y (42), salah satu warga yang juga mengalami modus penipuan ini, mengungkapkan harapannya agar pihak berwenang dapat segera bertindak. “Kami sangat berharap pihak berwenang bertindak tegas untuk menangkap para pelaku penipuan ini. Ini bukan hanya soal uang, tapi juga ketenangan kami sebagai masyarakat yang terus-menerus diteror,” tegasnya.

Dasar Hukum dan Peraturan Terkait
Modus penipuan pinjol ini jelas melanggar beberapa peraturan dan dasar hukum yang berlaku di Indonesia, antara lain:

  • Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP): Pelaku yang menyalahgunakan data pribadi untuk kepentingan pinjaman fiktif dapat dijerat dengan pidana denda dan/atau pidana penjara sesuai dengan ketentuan dalam UU PDP. UU ini secara tegas mengatur hak subjek data untuk dilindungi data pribadinya dan kewajiban pengendali data untuk menjaga keamanan data.
  • Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE): Tindakan penipuan yang dilakukan melalui sistem elektronik, termasuk penyalahgunaan data dan teror melalui sarana komunikasi, dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan UU ITE. Pasal 35 misalnya, melarang setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dengan tujuan agar informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.
  • Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP): Pelaku penipuan dapat dijerat dengan Pasal 378 KUHP tentang penipuan, yang mengancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. Selain itu, tindakan pengancaman atau teror juga bisa dijerat dengan pasal-pasal terkait di KUHP.
  • Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK): OJK memiliki peraturan ketat terkait kegiatan pinjaman online, termasuk praktik penagihan. Aplikasi pinjol ilegal atau yang melakukan praktik penagihan tidak etis dapat dikenakan sanksi administrasi hingga pencabutan izin. Masyarakat diimbau untuk hanya berurusan dengan pinjol yang terdaftar dan diawasi oleh OJK.

Masyarakat diimbau untuk lebih berhati-hati dalam memberikan data pribadi, terutama saat mengakses situs atau aplikasi yang tidak jelas keamanannya. Selain itu, penting untuk selalu memeriksa riwayat pinjaman atau kredit secara berkala untuk mendeteksi adanya aktivitas mencurigakan.

Pihak berwenang diharapkan dapat segera mengusut tuntas kasus penipuan pinjol ini, mengidentifikasi para pelaku, dan mengambil tindakan tegas untuk melindungi masyarakat dari praktik-praktik ilegal semacam ini. Edukasi mengenai keamanan data dan modus-modus penipuan juga perlu digencarkan agar masyarakat tidak mudah menjadi korban. (**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *