Masa Kecil dan Kisah Dakwah Gus Miek Bersama Tiga Preman
OTORITAS.co.id — Gus Miek, atau KH. Hamim Tohari Djazuli, adalah seorang ulama karismatik dari Kediri, Jawa Timur, yang dikenal luas karena pendekatan dakwahnya yang unik, terutama kepada masyarakat marginal dan mereka yang jauh dari nilai-nilai agama. Lahir pada 1940 di Ploso, Kediri, Gus Miek berasal dari keluarga kiai terpandang. Ayahnya, KH. Djazuli Utsman, adalah pendiri Pesantren Al-Falah, sebuah pesantren berpengaruh yang memainkan peran penting dalam pendidikan agama di Indonesia.
Sejak kecil, Gus Miek telah menunjukkan berbagai tanda keistimewaan dan kepekaan spiritual. Ia memiliki perilaku yang kadang tidak biasa dan lebih tertarik pada dunia luar daripada rutinitas pesantren. Meskipun hidup dalam lingkungan pesantren, Gus Miek sering ditemukan berinteraksi dengan orang-orang dari latar belakang berbeda di tempat-tempat yang tidak lazim, seperti pasar, terminal, bahkan lingkungan yang dihindari oleh masyarakat umum. Kebiasaan ini sempat membuat orang tuanya bingung, tetapi akhirnya mereka melihat bahwa Gus Miek memiliki metode dakwah yang berbeda dari kiai lainnya.
Salah satu kisah yang sangat dikenal adalah tentang Gus Miek dan tiga preman. Saat dewasa, Gus Miek sering mendekati orang-orang yang dianggap hidup dalam “jalan gelap” seperti para preman, pecandu, atau penjudi, yang seringkali merasa jauh dari agama. Dalam suatu peristiwa, Gus Miek bertemu dengan tiga preman yang memiliki gaya hidup keras dan jauh dari nilai-nilai religius. Namun, alih-alih menasihati dengan cara keras, Gus Miek mendekati mereka dengan kelembutan, tanpa menghakimi atau menyudutkan.
Ia berbicara dengan ketiga preman tersebut dengan santai, bahkan mengajak mereka untuk berdzikir bersama. Pendekatan Gus Miek yang penuh kasih dan bersahabat membuat ketiga preman tersebut merasa dihargai dan diterima. Melalui obrolan ringan yang diselingi nasihat bijak, hati mereka mulai terbuka. Tanpa paksaan, mereka mulai tertarik untuk mengikuti ajaran Islam, dan lambat laun, mereka mengubah cara hidup mereka. Ketiga preman tersebut akhirnya menjadi pengikut Gus Miek yang aktif dalam dzikir Dzikrul Ghofilin — sebuah gerakan dzikir yang didirikan oleh Gus Miek untuk semua kalangan, termasuk mereka yang selama ini merasa terpinggirkan atau terabaikan dalam pendekatan dakwah konvensional.
Kisah masa kecil Gus Miek yang tidak biasa dan hubungannya dengan para preman ini menjadi contoh nyata pendekatan dakwah yang penuh kelembutan dan tanpa diskriminasi. Gus Miek tidak hanya mengajarkan nilai-nilai agama kepada mereka yang sudah taat, tetapi juga merangkul mereka yang dianggap masyarakat sebagai orang-orang “gelap.” Bagi Gus Miek, setiap orang memiliki sisi baik yang dapat diraih, hanya saja perlu cara yang tepat dan penuh kasih untuk membangkitkannya. Pendekatan dakwahnya yang unik inilah yang membuat ajaran dan teladan Gus Miek tetap hidup dan terus dikenang di kalangan umat Islam di Indonesia. (**)