20 Juni 2025

CBA Desak Penegak Hukum Usut Tuntas Dugaan Korupsi Proyek PTS RSUD Leuwiliang

0
IMG_20250612_211019-768x413

Bogor, otoritas.co.id – Lembaga Center for Budget Analysis (CBA) mendesak aparat penegak hukum (APH) untuk segera menindaklanjuti dugaan penyimpangan serius dalam proyek pengadaan Pneumatic Tube System (PTS) di RSUD Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Proyek senilai Rp3,54 miliar ini sebelumnya menjadi sorotan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jawa Barat dalam laporan audit tahun anggaran 2024.

Direktur Eksekutif CBA, Uchok Sky Khadafi, menekankan bahwa temuan BPK terkait kekurangan volume pekerjaan hingga Rp777 juta bukanlah masalah sepele. Menurutnya, hal ini merupakan indikasi awal adanya dugaan pelanggaran serius terhadap prinsip-prinsip pengadaan barang dan jasa.

“Ini bukan soal salah hitung atau kelalaian teknis. Kalau negara sudah keluar uang Rp3,5 miliar tapi ratusan item alat tidak terpasang, maka ini masuk ranah dugaan kerugian negara. APH wajib turun memeriksa semua pihak yang terlibat, dari penyedia sampai penanggung jawab anggaran,” ujar Uchok kepada media, Selasa (17/6/25).

Berdasarkan laporan BPK, pengadaan PTS di RSUD Leuwiliang dilakukan melalui sistem e-katalog, dengan CV LiJ sebagai penyedia. Namun, terungkap bahwa CV LiJ bukan distributor resmi, melainkan hanya subdistributor dari PT KAS—pemegang lisensi resmi merek Sumetzberger. Selain itu, CV LiJ juga tidak memiliki dokumen legalisasi distributor sesuai Peraturan Menteri Perdagangan.

BPK turut menyoroti kelemahan dalam perencanaan dan pengawasan, termasuk pemilihan merek tanpa justifikasi teknis, pengumpulan harga yang tidak akurat, serta ketiadaan rincian harga satuan yang sah. Akibatnya, ditemukan kekurangan volume sebesar Rp777.976.800 untuk 222 unit komponen yang tidak terpasang, meskipun dana telah dibayarkan penuh oleh pihak rumah sakit.

CBA menilai kondisi ini harus segera ditindaklanjuti tidak hanya oleh inspektorat atau internal pemerintah daerah, tetapi juga oleh Kejaksaan dan Kepolisian.

“Jika tidak ada tindakan hukum, ini jadi preseden buruk bagi dunia pengadaan barang publik, terutama sektor kesehatan. Negara bisa rugi terus-menerus karena pengawasan longgar, apalagi jika pemain-pemain rente tetap dibiarkan berkeliaran,” tegas Uchok.

Hingga berita ini ditayangkan, pihak RSUD Leuwiliang belum memberikan konfirmasi resmi terkait temuan BPK, termasuk pertanyaan mengenai dasar pemilihan penyedia, proses verifikasi, serta tindak lanjut atas kelebihan pembayaran yang telah direkomendasikan.

Sebelumnya, BPK merekomendasikan Bupati Bogor untuk menginstruksikan Direktur RSUD Leuwiliang agar meningkatkan pengawasan pelaksanaan anggaran, memperketat proses pengadaan, serta memproses pengembalian kelebihan pembayaran ke kas daerah.

CBA menegaskan bahwa publik berhak mengetahui ke mana aliran anggaran kesehatan daerah digunakan. Jika ditemukan potensi pelanggaran hukum, maka tidak ada alasan bagi APH untuk berdiam diri. (**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *