PADHI dan CBA Desak KPK Usut Tuntas Dugaan Korupsi di Kabupaten Berau: Ada Pembekuan Kasus hingga Tambang Ilegal

Jakarta, otoritas.co.id – Padepokan Hukum Indonesia (PADHI) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera mengusut tuntas berbagai dugaan kasus korupsi di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. PADHI menyoroti adanya dugaan pembekuan kasus secara sengaja oleh aparat penegak hukum, yang menurut mereka bertolak belakang dengan semangat pemberantasan korupsi yang digaungkan Presiden Prabowo Subianto.
Ketua PADHI, Mus Gaber, meminta KPK untuk turun tangan mengingat minimnya penanganan kasus korupsi di Berau oleh lembaga anti-rasuah tersebut sejak awal pendiriannya. “Jika menurut catatan saya KPK belum menyentuh Kabupaten Berau untuk menangkap koruptor di sana, padahal di Kabupaten Berau dengan jumlah penduduk 300 ribu jiwa dan APBD sebesar Rp 6,9 triliun di tahun 2024, tidak mungkin bersih dari korupsi,” tegas Mus Gaber pada Rabu, 18 Juni 2025.
Mus Gaber menambahkan, dengan APBD yang besar, jumlah penduduk yang relatif sedikit, dan luas wilayah 34 ribu KM yang terpusat di Tanjung Redeb, realisasi anggaran daerah pada tahun 2024 terbilang janggal. “Dari data realisasi APBD Berau tahun 2024 belum sepenuhnya terealisasi, malah minta tambah anggaran dari Rp 4,7 triliun dan serapan anggaran tidak sampai 40 persen, ini sisanya ke mana, pasti ada dugaan korupsi di sana,” lanjutnya.
Selain itu, PADHI juga menyoroti maraknya praktik tambang batu bara ilegal di Berau yang seolah dibiarkan. Sebagai contoh, PADHI menyebut kasus PT BJU yang melakukan pengemplangan kredit LPEI sebesar Rp 474,8 miliar, mengakibatkan kerugian negara.
Dugaan korupsi lain yang disoroti adalah kasus perjalanan dinas anggota DPRD Kabupaten Berau tahun anggaran 2021 yang merugikan negara senilai Rp 1,7 miliar. Meskipun kabarnya dana tersebut sudah dikembalikan, Mus Gaber menegaskan bahwa hal tersebut tidak menghentikan proses hukum.
Sementara itu, Center For Budget Analysis (CBA) turut merinci temuan terkait akomodasi fiktif dalam perjalanan dinas DPRD Berau, yang terbagi pada belanja perjalanan dinas biasa sebesar Rp 13,5 miliar dan belanja perjalanan dinas dalam kota sebesar Rp 491.543.895. CBA menemukan kejanggalan pada bukti akomodasi berupa invoice dari Traveloka dan bill hotel tanpa bukti pendukung lainnya, yang mengindikasikan adanya invoice fiktif atau akomodasi fiktif. CBA mendesak KPK dan Kejaksaan setempat untuk menyelidiki lebih lanjut dugaan ini.