NEOLIBERALISME ITU PAGEBLUK

Peresensi: Yudhie Haryono | CEO Nusantara Centre
- Judul Asli Buku: Neoliberalisme (Teori, Kritik dan Alternatif)
- Penulis: Coen Husain Pontoh
- Penerbit: CV Penerbit Independen, Yogyakarta
- Kertas: Bookpaper
- Ukuran: 15×23 cm
- Jumlah Halaman: 302+iv
- Jenis Sampul: Soft Cover
- Tahun: 2025
Sungguh. Tak perlu disangkal. Hari libur itu waktu terbaik meresensi buku. Terlebih buku keren tentang mazhab neoliberal. Pemikiran pasar bebas. Agama ketamakan.
Ya. Neoliberalisme adalah terminologi yang datang tanpa diundang, hinggap tak mau pergi, hidup terus menggerogoti dan diimani (ekonom istana) tanpa kritik.
Sesungguhnya, ia penyakit paling berbahaya, brutal dan tak diobati. Akibatnya jelas: warga-negara miskin, bodoh, terbelah, sakit, nganggur dan terjebak utang hingga tak berdaulat.
Ia meneror, ia pagebluk, ia mengintimidasi, ia memabukkan dan bak heroin: membuat penikmatnya sakaw dan berilusi bahagia sejahtera plus beradab.
Karena hipotesa di atas, penulis membuat diagnosa dan obatnya. Lahirlah buku yang menghadirkan gambar utuh tentang operasi neoliberalisme–dari kebijakan efisiensi negara, institutionalisasi demokrasi liberal yang menguntungkan elite, peran aktor global, hingga penundukan gerakan masyarakat sipil.
Pendekatan komparatif dengan pengalaman negara lain, memperkaya imajinasi dan pengetahuan pembaca, akan alternatif pembangunan di luar ideologi neoliberalisme.
Terdiri dari sebelas bab dan 3 narasi besar: teori, kritik dan alternatif, buku ini cukup komprehensif. Tentu karena penulisnya sudah lama berkecimpung dalam teori-teori tersebut dan memipin lembaga yang konsen dalam studi neoliberalisme.
Secara sederhana, gerak neoliberalisme di republik ini menghasilkan potret buram riil. Misalnya: kesenjangan dan ketimpangan. Keadaan ekonomi antara kaya dan miskin, karena kebijakan deregulasi dan privatisasi yang menguntungkan kalangan elit dan korporasi makin menjadi-jadi. Timpang memanjang. Senjang merenggang.
Kedua, neoliberalisme terlalu bergantung pada mekanisme pasar. Ini menyebabkan ketidakstabilan ekonomi dan meningkatkan risiko krisis. Itu berulang-ulang. Tiap tahun.
Ketiga, neoliberalisme mendefisitkan peran negara dalam mengatur ekonomi. Akibatnya terjadi kegagalan pasar dan meningkatkan ketidakadilan sosial. Melahirkan kerusuhan dan revolusi sosial.
Keempat, neoliberalisme mendorong eksploitasi sumber daya alam tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan dan hak-hak masyarakat lokal. Rakus tak bertepi. Greedy sampai mati.
Kelima, neoliberalisme mengurangi perlindungan sosial dan meningkatkan ketidakpastian bagi pekerja dan rakyat miskin. Banjir pengangguran.
Keenam, neoliberalisme diimplementasikan secara tidak adil, dengan mengabaikan kepentingan umum sambil mengutamakan kepentingan korporasi dan elit-silit.
Alhasil, ini menjadi buku yang sangat penting dibaca, diresapi, dipahami, diapresiasi oleh khalayak umum, akademisi, aktivis, dan rakyat kebanyakan. Juga harus menjadi inspirasi bagi pejabat publik. Tentu agar kita selamat dari amoknya. Semoga.(*)
