2 November 2025
IMG-20251102-WA0041

Peresensi: Yudhie Haryono | CEO Nusantara Centre

 

  • Judul buku asli: Petaka Neoliberalisme.
  • Penulis: Massimo De Angelis, Toby Carrol, Tania Murray Li, Ben Fine.
  • Penerbit: Intrans Publishing Malang.
  • Kategori: Sosial Politik.
  • Jumlah halaman: 216+iv.
  • Tahun terbit: 2016.
  • ISBN: 978-602-6293-02-2.
  • Ukuran buku: 14×21 cm.
  • Bentuk kover: Softcover.

Setelah paham. Setelah riset. Setelah sadar. Kita harus berpikir tentang “hidup keren” tanpa ada neoliberalisme. Tentu, agar dapat lebih indah sorgawi dari yang dijalani sampai kini. Jika tidak, kita adalah budaknya budak bangsa-bangsa. Tak sadar, tak belajar.

Bagaimana cara lepas dari petaka neoliberalisme? Adalah menikam mati mereka persis di jantungnya. Lalu, menggantinya dengan pancasilaisme. Tak mudah. Sebab, ia bagai heroin. Membuat candu sambil merusak. Membuat mimpi dan mabuk sampai tak menyadari realitas hakiki.

Kita tahu, heroin (putau) adalah jenis obat golongan narkotika. Ia obat, tetapi disalahgunakan hingga menimbulkan efek halusinasi, menurunnya kesadaran, dan menyebabkan kecanduan serta psikologis yang parah (over dosis).

Untuk alasan itu, para penulis buku ini membongkar konsep-konsep neoliberalisme: governance, modal sosial dan pembangunan sosial ala neoliberal lainnya, lalu menggugat secara total dan sistematis.

Mereka juga sampai pada kesimpulan bahwa proyek pembangunan sosial adalah “kuda troya” dari ideologi tersebut. Itu semua adalah “narasi tipuan” untuk rakyat agar menerima proyek kolonial tanpa bertanya.

Buku ini terbagi menjadi empat bagian yang saling berhubungan. Pembahasan utamanya adalah proyek neoliberalisme yang sudah lama diterapkan dan melahirkan efek destruktif di mana-mana.

Bagian pertama membahas tentang ekonomi politik governance neoliberal global. Bagian kedua membahas tentang modal sosial sebagai kelanjutan developmentalisme.

Bagian ketiga tentang strategi neoliberal pemerintah melalui masyarakat: program pembangunan sosial Bank Dunia di Indonesia. Dan, bagian keempat tentang pembangunan sosial sebagai kuda troya neoliberal. Ini soal studi kasus Bank Dunia dan Program Pengembangan Kecamatan di Indonesia.

Membaca lembar demi lembar buku ini, mengingatkanku pada hipotesa B. Herry-Priyono (2009) yang menulis, “Dalam proyek neoliberal, privatitasi dilihat sebagai kondisi akhir yang hendak dicapai. Lugasnya, privatisasi bukan hanya sarana, tetapi tujuan.

Dengan itu bisa dikatakan, tidak setiap privatitasi, liberalisasi, dan deregulasi adalah bentuk neoliberalisme, tetapi neoliberalisme memang punya tujuan agar berbagai bidang kegiatan dalam masyarakat digerakkan oleh motif pengejaran kepentingan diri privat.

Itulah mengapa etos publik, solidaritas sosial, tindakan afirmatif terhadap kelompok yang miskin dan tersingkir adalah omong kosong besar bagi agenda neoliberal.”

Tak ada niat “mengentaskan kemiskinan, menghabisi ketimpangan dan kesenjangan, menghilangkan kebodohan, menghapus kesakitan, memperbaiki kwalitas pendidikan.” Justru mazhab neoliberal bergerak sebaliknya.

Dengan demikian, buku ini harus dibaca oleh siapa pun yang ingin menyelamatkan negara ini dari neoliberalisme yang menjelma jadi kapitalisme global.

Bagi para akademisi ekonomi politik dan administrasi publik, serta aktivis pergerakan, buku ini dapat dijadikan buku penunjang dan referensi. So, mari koleksi.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *