12 Juli 2025

Memuseumkan Neoliberalisme: Menuju Indonesia yang Berkeadilan

0
IMG-20250705-WA0008

Oleh: Yudhie Haryono, CEO Nusantara Centre

 

OTORITAS.co.id — Mengapa kemiskinan dan jumlah kaum miskin terus meningkat di tengah melimpahnya sumber daya alam kita? Apa yang harus kita lakukan? Ini adalah pertanyaan mendesak yang memerlukan jawaban. Namun, sebelum menjawabnya, kita harus sepakat pada satu pemahaman dasar: penjajahan dan amoralitas tidak pernah berakhir, hanya berganti rupa.

Para pendiri bangsa ini memproklamasikan Indonesia bukan untuk tunduk pada pemikiran dan kurikulum asing. Sebaliknya, tujuan hidup kita adalah menaklukkan dunia dan menunjukkan kemakmuran dalam segala aspek: intelektual, spiritual, dan modal.

Sayangnya, kita kini hidup di zaman keserakahan, di mana nafsu “memiliki” telah menjadi candu. Hidup menjadi ajang kemelekatan yang tiada akhir. Di era kemewahan ini, kemaksiatan menjadi kebiasaan, kebodohan menjadi tuntunan, dan kejahatan menjadi tontonan. Semua orang terobsesi pada harta dan kekuasaan. Sungguh, kita tidak bermaksud mengatakan kemiskinan ini adalah bentuk pemiskinan yang mematikan nalar dan menimbulkan dendam terhadap kekayaan.

Aturan, etika, dan norma kini seringkali diabaikan. Seluruh penghuni negeri ini terperangkap dalam jebakan keduniawian. Mereka lupa, menjadi kaya itu mudah; bagian tersulitnya justru menemukan harta yang halal. Terlebih lagi, seolah-olah semua kini telah menjadi haram.

Maka, pertanyaannya sekarang adalah: bisakah kita menihilkan kemiskinan, menghapus ketimpangan, menjadikan KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) sebagai tradisi yang memalukan, dan mencapai pertumbuhan yang merata dan berkeadilan? Bisakah kita memastikan pangan yang melimpah, sandang yang merata, kesehatan untuk semua, tempat tinggal untuk semua, pendidikan untuk semua, dan keadilan yang membudaya?

Jawabannya tegas: bisa! Meningkatnya kemiskinan terjadi karena pemiskinan yang disebabkan oleh agen-agen pengkhianat neoliberal di istana, dan suburnya kutukan kelimpahan (paradoks kekayaan alam). Dua masalah ini harus diselesaikan dengan mengembalikan arah ke Pancasila dan konstitusi asli, menghadirkan undang-undang yang memihak warga negara, mereorientasi pendidikan dan kurikulumnya, mengganti semua agen neoliberal di lembaga negara, segera melakukan diversifikasi ekonomi, mereorientasi pengelolaan sumber daya alam yang cerdas dan lestari, menajamkan investasi pada pendidikan dan pelatihan, meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, pengembangan infrastruktur yang ramah lingkungan, pengelolaan pendapatan yang bijak, terarah, cepat dan tepat, serta penguatan dan modernisasi kelembagaan.

Dengan menjalankan langkah-langkah tersebut, negara kita yang kaya akan sumber daya alam dapat mengatasi paradoks kelimpahan dan meningkatkan stabilitas kesejahteraan. Pada saat yang sama, kita akan terbebas dari agen-agen neoliberal dan kurikulum mereka yang menyengsarakan.

Dari langkah-langkah ini, kami yakin selalu ada jalan, metode, dan solusi untuk berbagai masalah kenegaraan. Yang menjadi soal hanyalah: apakah kita mau atau tidak? Itu saja.  (**)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *