2 Juli 2025
IMG-20250702-WA0007

Oleh: Yudhie Haryono (Presidium Forum Negarawan) & Agus Rizal (Peneliti Senior Nusantara Centre)

 

OTORITAS.co.id – Ekonomi kita saat ini terasa stagnan. Cita-cita yang ingin dicapai belum terwujud, target sering meleset, dan inovasi terasa lesu. Ini terjadi karena kita cenderung berpikir “kita adalah bagian dari mereka.” Selama lebih dari satu abad, pemikiran ekonomi dunia didominasi oleh dua kutub utama: kapitalisme yang memuja pasar bebas sebagai pengatur produksi dan distribusi, dan sosialisme yang menuhankan negara sebagai pengelola tunggal alat produksi dan hasilnya. Persaingan antara kedua mazhab ini memang telah melahirkan berbagai sistem ekonomi campuran, tetapi juga menghasilkan kesengsaraan yang tak terhingga.

Dalam konteks inilah, Indonesia merumuskan jalan ketiga, sebuah jalan semesta yang berlandaskan pada pendekatan theo-antro-eco centris. Melalui Pancasila dan Konstitusi (khususnya Pasal 33 UUD 1945), bangsa ini membentuk dasar sekaligus sistem ekonomi nasional yang tidak mengikuti liberalisasi penuh, dan tidak pula meniru sistem sentralistik sepenuhnya. Sistem ini dikenal sebagai Ekonomi Pancasila, yang berpijak pada prinsip Ketuhanan, Kemanusiaan, Kebangsaan, Kerakyatan, dan Keadilan Sosial (demokrasi ekonomi-politik). Dalam kerangka ideologis dan konstitusional, Pancasila dapat dibaca sebagai manifesto ekonomi Indonesia, dengan landasan nilai dan arah sistemik yang membedakan ekonomi Indonesia dari sistem ekonomi global yang dominan.

Konsep ini telah diperjelas oleh para pendiri Republik (terutama Soekarno dan Hatta), serta para pemikir dan ekonom besar seperti Soemitro, Mubyarto, Sritua Arif, dan Dawam Rahardjo. Mereka menekankan bahwa ekonomi adalah ilmu sosial yang tidak bebas nilai. Sebaliknya, menurut mereka, Ekonomi Pancasila bukan hanya soal mencari untung dan efisiensi, tetapi juga tentang keberpihakan terhadap rakyat kecil dan yang lemah. Ekonomi ini mengedepankan pentingnya etika sosial, peran aktif negara, serta fungsi sosial dari kepemilikan pribadi. Dalam pandangan mereka yang mendalam, pembangunan nasional tidak boleh sekadar mengejar pertumbuhan dan keuntungan semata, tetapi harus berorientasi pada pemerataan, keberlanjutan, dan keadilan sosial.

Berbeda dari mazhab kapitalisme yang mengagungkan individu, kepemilikan, dan pemusatan kekayaan, ekonomi kita kaya akan nilai spiritual dan Hak Asasi Manusia (HAM). Hal ini juga membedakannya dari Manifesto Komunis yang menyerukan penghapusan kepemilikan pribadi atas alat produksi. Ekonomi Pancasila justru mengakui hak milik pribadi, dengan catatan bahwa setiap bentuk kepemilikan memiliki fungsi sosial. Negara dalam sistem ini tidak mengambil alih seluruh aktivitas ekonomi, tetapi berperan sebagai pengarah, pengatur, sekaligus penjaga keseimbangan. Peran koperasi, usaha rakyat, dan sektor swasta tetap diakui, asalkan selaras dengan prinsip keadilan, kebersamaan, dan keberlanjutan.

Oleh karena itu, Pasal 33 UUD 1945 menegaskan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara, dan kekayaan alam harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Kepentingan nasional diutamakan, kepentingan warga negara paling utama, kemaslahatan bangsa dan warganya menjadi yang terpenting, barulah kepentingan lainnya. Memang, meskipun konstitusi telah memuat arah ekonomi tersebut secara eksplisit, hingga kini belum tersedia kerangka hukum yang menyeluruh untuk menjabarkan prinsip-prinsip itu ke dalam praktik kebijakan yang terstruktur dan konsisten.

Dalam konteks inilah, kehadiran Rancangan Undang-Undang Sistem Ekonomi Nasional (RUU Perekonomian Nasional) menjadi sangat penting. RUU ini diharapkan dapat menjadi instrumen hukum yang menjelaskan makna demokrasi ekonomi secara operasional, mengatur peran negara, koperasi, swasta, dan masyarakat, serta menyelaraskan arah pembangunan ekonomi dengan nilai-nilai dasar Pancasila. Trias Ekonomika (Koperasi-BUMN-Swasta) harus direorientasikan kembali agar konstitusional. Sebab, tanpa dasar hukum yang eksplisit dan komprehensif, implementasi Ekonomi Pancasila berisiko terus bergantung pada interpretasi sektoral dan pendekatan teknokratis semata.

Ekonom besar Mubyarto telah mengingatkan bahwa pertumbuhan ekonomi tanpa keadilan distribusi hanya akan memperlebar jurang sosial dan melemahkan fondasi kebangsaan. Orde Lama dan Orde Baru sudah membuktikannya. Orde Reformasi justru semakin menyempurnakan kerusakan tersebut. Oleh karena itu, diperlukan keberpihakan yang nyata terhadap kaum miskin, kaum yang kurang berpendidikan, kaum cacat, kaum terpinggirkan, para petani, nelayan, pelaku UMKM, dan koperasi. Ekonomi Pancasila harus menjelma menjadi kebijakan publik berbasis kebajikan publik yang berpihak pada rakyat banyak, bukan hanya menjadi retorika dalam dokumen perencanaan.

Di tengah arus globalisasi dan liberalisasi, sistem ini tetap membuka ruang bagi investasi dan kerja sama internasional. Namun, keterbukaan tersebut tidak bersifat mutlak, melainkan tunduk pada prinsip kedaulatan dan kepentingan nasional. Negara tetap memiliki tanggung jawab untuk menjaga agar ekonomi tidak dikuasai oleh segelintir pihak atau kepentingan asing semata.

Sebagaimana Manifesto Komunis telah menggugah kesadaran kelas dalam menghadapi ketimpangan struktural, maka Pancasila sebagai manifesto ekonomi Indonesia bertujuan membangun kesadaran kebangsaan dalam menata ulang sistem ekonomi yang mandiri dan berkeadilan. Ia bukan doktrin dogmatis, melainkan hasil refleksi sejarah dan ekspresi nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.

Dengan menempatkan Pancasila dan sejarah panjang nusantara sebagai pijakan ideologis sistem ekonomi, Indonesia memiliki peluang besar untuk membangun model pembangunan yang tidak hanya menyejahterakan, tetapi juga mempersatukan. RUU Sistem Perekonomian Nasional menjadi kunci penting dalam mengaktualisasikan cita-cita tersebut ke dalam kerangka hukum dan kelembagaan yang operasional dan berkelanjutan. Saatnya kita mempancasilakan Indonesia dan mengindonesiakan Pancasila. Manifesto inilah ontologinya.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *