KPK Didesak Audit Forensik Proyek OPV dan Fregat, Broker Jimmy Wijaya Disorot

Jakarta, otoritas.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak untuk turun tangan melakukan audit forensik dan pengawasan menyeluruh terhadap proyek pengadaan kapal Offshore Patrol Vessel (OPV) serta tender Fregat TNI Angkatan Laut.
Desakan tersebut disampaikan oleh Paijo Parikesit, pengamat kebijakan pertahanan dari Siasat Strategis Center (SSC), melalui video berdurasi 4 menit 56 detik yang beredar di media sosial, di antaranya akun Reel KaraEng Bontolangkasa Ri Sombaopu dan Titok Berita Sejiwa.
Dalam video tersebut, Paijo menyoroti adanya pola keterlibatan sistematis pihak broker dalam proyek-proyek alutsista, terutama yang diduga melibatkan seorang broker bernama Jimmy Wijaya.
“Nama Jimmy Wijaya konsisten muncul dalam dua kasus besar, Fregat 2020 dan OPV 2023–2024. Perannya sebagai broker membuat proyek pertahanan strategis berubah menjadi arena bancakan. KPK tidak boleh pura-pura buta. Mengusut Jimmy Wijaya adalah pintu masuk untuk membongkar praktik kotor dalam pengadaan alutsista,” tegas Paijo dalam pernyataannya, Sabtu (27/9/2025).
Dua Proyek Strategis yang Disorot
1. Proyek OPV 2023–2024
Proyek pembangunan dua kapal (Hull 406 dan Hull 411) senilai total Rp 2,16 triliun ini disebut bermasalah dalam progres pengerjaan.
Meskipun kontrak telah ditandatangani sejak 2020, kemajuan fisik kapal sempat terhenti di angka 35% pada Maret 2023 dan baru diluncurkan pada September 2024.
Keterlambatan ini, menurut SSC, mengindikasikan inefisiensi, potensi mark-up, serta risiko bancakan pembayaran termin.
2. Tender Fregat 2020
Berdasarkan hasil penelusuran media investigasi, nama Jimmy Wijaya juga muncul sebagai broker utama. Ia diduga berperan mengatur jalur lobi, fee, serta pembagian keuntungan di balik keputusan pembelian fregat TNI AL.
Keterlibatan broker non-teknis dalam proyek pertahanan, kata SSC, menimbulkan konflik kepentingan dan menggeser orientasi pengadaan alutsista dari kepentingan strategis menjadi kepentingan bisnis semata.
Potensi Kerugian Negara Capai Ratusan Miliar
SSC memperkirakan potensi kerugian negara dari dua proyek tersebut dapat mencapai ratusan miliar rupiah.
Beberapa perhitungannya antara lain:
Biaya Modal Akibat Keterlambatan OPV:
Nilai kontrak Rp 2,16 triliun × 8% (biaya modal konservatif per tahun) = Rp 173,1 miliar.
Jika asumsi 10%, maka kerugian mencapai Rp 216,4 miliar.
- Mark-up dan Fee Broker:
Mark-up konservatif 5–10% dari nilai kontrak sama dengan Rp 108–216 miliar.
- Kerugian Non-Moneter:
Keterlambatan operasional kapal dan menurunnya jam patroli laut yang berdampak pada kesiapsiagaan pertahanan.
Paijo menilai KPK tampak pasif dalam isu strategis pertahanan dan menyerukan lima langkah konkret:
- Melakukan audit forensik seluruh pembayaran proyek OPV.
- Menginvestigasi peran Jimmy Wijaya dalam proyek OPV dan Fregat, termasuk aliran dana broker.
- Membekukan pembayaran mencurigakan hingga hasil audit keluar.
- Memasukkan Jimmy Wijaya ke daftar hitam (blacklist) bila terbukti terlibat dalam fee ilegal.
- Membuka kontrak strategis kepada publik demi transparansi pengadaan pertahanan.
“Jika KPK membiarkan peran broker seperti Jimmy Wijaya tidak disentuh, maka KPK sedang melegalkan bancakan di sektor pertahanan. Membiarkan broker mengatur alutsista adalah bentuk pengkhianatan terhadap rakyat,” pungkas Paijo.
Desakan SSC menjadi sinyal kuat agar KPK memperluas fokus pengawasan ke sektor pertahanan strategis. Audit forensik terhadap proyek OPV dan Fregat disebut menjadi ujian integritas lembaga antirasuah dalam menjaga kedaulatan dan keuangan negara. (**)
