19 Oktober 2025

Investasi Berdaulat, Jalan Baru Menuju Kemandirian Ekonomi Nasional

0
IMG-20251013-WA0029

Oleh: Yudhie Haryono (Presidium Forum Negarawan) dan Agus Rizal (Ekonom Universitas MH Thamrin)

 

Pembangunan nasional menuntut arah baru yang berpihak pada kepentingan bangsa, bukan sekadar mengejar angka investasi. Selama ini, investasi sering dilepaskan pada mekanisme pasar bebas tanpa ideologi, tanpa keberpihakan, dan tanpa menimbang kepentingan nasional. Akibatnya, negara justru terjebak dalam ketergantungan pada modal asing yang melemahkan kedaulatan ekonomi.

Dalam kerangka Rancangan Undang-Undang Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial (RUUPNKS), Yudhie Haryono dan Agus Rizal menegaskan pentingnya membangun paradigma investasi berdaulat — investasi yang menjadikan kekuatan modal dalam negeri sebagai tulang punggung pembiayaan nasional.

“Investasi bukan sekadar arus uang,” tegas mereka, “tetapi instrumen strategis untuk memperkuat kedaulatan ekonomi, membuka lapangan kerja, serta mewujudkan pemerataan kesejahteraan.”

Menurut kedua tokoh ini, paradigma baru tersebut berangkat dari kesadaran bahwa ketergantungan terhadap modal asing menciptakan kerentanan fiskal dan hilangnya kendali atas sumber daya strategis. Karena itu, arah kebijakan investasi harus menempatkan kepentingan nasional di atas kepentingan ekonomi global.

Setiap investasi — baik dari dalam maupun luar negeri — wajib memberikan dampak nyata bagi peningkatan nilai tambah domestik, alih teknologi, penciptaan lapangan kerja, serta penguatan industri nasional.

Investasi asing tidak boleh lagi menjadi jebakan diplomasi yang menjerumuskan negara dalam utang budi dan kehilangan kedaulatan ekonomi. Setiap kerja sama harus dilandasi prinsip kesetaraan, transparansi, dan keberpihakan pada rakyat.

Model lama yang mengorbankan kemandirian bangsa harus digantikan dengan strategi investasi berdaulat: menolak intervensi, menegakkan hak negara atas sumber daya, dan memastikan hasil pembangunan dirasakan oleh seluruh warga negara.

Pemerintah didorong untuk menciptakan ekosistem investasi yang bersih dan efisien, menumbuhkan sektor-sektor strategis bernilai ekonomi tinggi, serta menyerap tenaga kerja luas. Setiap insentif investasi harus berbasis pada kinerja dan dampak nyata terhadap perekonomian nasional, bukan sekadar besar nominal investasi yang masuk.

Untuk memperkuat kemandirian, pembiayaan pembangunan perlu mengutamakan sumber dalam negeri — melalui tabungan nasional, optimalisasi penerimaan negara, dan penguatan lembaga keuangan nasional. Modal asing tetap dibolehkan, tetapi harus tunduk pada kepentingan nasional dan wajib bermitra dengan pelaku usaha domestik.

Selain aspek ekonomi, kebijakan investasi juga wajib berpijak pada keberlanjutan lingkungan dan tanggung jawab sosial. Pembangunan ekonomi tidak boleh menimbulkan kerusakan ekologis maupun ketimpangan sosial. Karena itu, prinsip ekonomi hijau dan berkeadilan harus menjadi dasar dalam setiap kegiatan investasi.

Secara teoretis, arah baru ini berpijak pada teori pembangunan endogen dan teori kedaulatan ekonomi. Teori pembangunan endogen menekankan bahwa pertumbuhan berkelanjutan hanya dapat dicapai bila sumber daya internal — modal domestik, pengetahuan lokal, dan inovasi teknologi — menjadi penggerak utama pembangunan. Sementara teori kedaulatan ekonomi menegaskan peran negara sebagai pengatur arus investasi untuk melindungi kepentingan nasional dari dominasi eksternal.

Kedua teori itu bersatu dalam semangat berdikari, sebagaimana ditegaskan dalam RUU Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial. Investasi ke depan tidak lagi ditentukan oleh siapa yang membawa modal, melainkan oleh siapa yang menguasai arah dan manfaatnya bagi masa depan bangsa.

Menutup pemikirannya, Yudhie dan Agus Rizal mengutip peringatan Tan Malaka (1897–1949):

“Investasi asing dapat membahayakan perekonomian dan industri yang baru tumbuh, mengadu-domba, bahkan menghancurkan negara, terlebih bagi negara yang kurang kuat ekopolnya.”

Pesan itu menjadi pengingat agar bangsa Indonesia tak lagi tergelincir dalam jebakan ketergantungan. Kemandirian ekonomi bukan sekadar cita-cita, tetapi syarat mutlak bagi tegaknya negara Pancasila yang berdaulat dan sejahtera.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *