CWIG Desak Kejagung Ungkap Aliran Dana Pembebasan Lahan PLTGU Muara Tawar

“Kalau Benar Sudah Dibayar, Tunjukkan. Kalau Tidak, Publik Berhak Bertanya: Siapa yang Bermain?”
Jakarta, otoritas.co.id — Cerdas Waspada Investasi Global (CWIG) kembali mendesak Kejaksaan Agung untuk membuka secara transparan jejak aliran dana pembebasan lahan PLTGU Muara Tawar. Desakan itu muncul setelah munculnya dugaan ketidaksesuaian data terkait pembayaran kompensasi kepada warga dan ahli waris pemilik lahan.
Ketua Umum CWIG, Henry Hosang, menegaskan bahwa publik membutuhkan kejelasan faktual, bukan sekadar pernyataan tanpa bukti.
“Publik butuh bukti yang dapat diverifikasi. Jika benar pembayaran sudah dilakukan, tunjukkan. Jika tidak, wajar masyarakat mempertanyakan siapa yang sebenarnya bermain,” tegas Henry.
Ketidakjelasan makin mencuat setelah beredar surat internal PLN bernomor 0915/HKM.04.01/PLNNP030003/2025-SR, yang menyebut bahwa pembayaran lahan dilakukan pada periode 2007–2008. Namun, hingga kini ahli waris masih memegang girik asli dan warga mengaku tidak pernah menerima dana pembebasan.
CWIG menilai informasi yang saling bertentangan ini tidak boleh dibiarkan, apalagi menyangkut penggunaan uang negara.
“Jika memang sudah dibayar, di mana jejak uangnya? Ke siapa? Melalui siapa? Dan siapa yang mengeksekusi?” ujar Henry.
CWIG meminta Kejaksaan Agung mengungkap seluruh data teknis yang selama ini dianggap “rahasia internal”, termasuk:
- Tanggal pasti pembayaran
- Lokasi pembayaran
- Identitas penerima
- Metode pembayaran
- Bank yang digunakan
- Rekening atas nama siapa
- Catatan transaksi resmi
- Pejabat pemberi perintah dan pelaksana pembayaran
“Ini uang negara. Publik berhak melihat bukti konkret, bukan keterangan lisan tanpa dokumen,” tegas Henry.
CWIG juga menyoroti kejanggalan terbitnya Hak Guna Bangunan (HGB) sebelum kompensasi kepada ahli waris benar-benar tuntas.
“Ini bukan tuduhan, tapi pertanyaan administratif yang wajib dijawab secara resmi,” tegas Henry.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif CBA, Uchok Sky Khadafi, juga meminta Kejagung memanggil pejabat PLN, termasuk Harmanto dan Dirut PLN Darmawan Prasodjo, untuk memberikan klarifikasi.
Henry kembali menekankan bahwa CWIG tidak menuduh pihak mana pun, tetapi menuntut transparansi dan tanggung jawab.
“Jika pembayaran memang ada, tentu bukti lengkapnya tersedia. Jika bukti tidak dapat ditunjukkan, proses hukum tidak boleh berhenti,” terang Henry. (**)
