CBA Mendesak Kejaksaan Agung Usut Dugaan Korupsi Kredit Macet Rp28,8 Triliun di Bank Mandiri

Jakarta, 31 Juli 2025 – Center for Budget Analysis (CBA) mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk segera membuka penyelidikan terkait dugaan korupsi dalam kasus kredit macet di Bank Mandiri. Kredit bermasalah dengan nilai yang sangat besar ini berpotensi merugikan keuangan negara secara signifikan.
Direktur Eksekutif CBA, Uchok Sky Khadafi, menekankan bahwa kasus ini tidak boleh dianggap remeh. Berdasarkan data CBA, kredit macet Bank Mandiri pada tahun 2023 tercatat sebesar Rp17,8 triliun, dan pada tahun 2024 bertambah lagi sebesar Rp11 triliun, sehingga totalnya mencapai Rp28,8 triliun. Jumlah ini, menurut Uchok, akan dihapusbukukan dari laporan keuangan.
”Memang dalam laporan keuangan Bank Mandiri kredit bermasalah ini akan dihapusbukukan, tapi ini bukan sekadar urusan pembukuan. Ini aktual dan patut diselidiki karena bisa saja mengandung unsur korupsi yang sangat merugikan negara,” jelas Uchok dalam keterangan persnya di Jakarta, Kamis (31/7).
CBA mendorong Kejagung untuk berkolaborasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam mendalami potensi penyimpangan dalam pemberian fasilitas kredit. Uchok menyoroti preseden pada tahun 2005, di mana kerja sama serupa antara BPK dan Kejagung berhasil mengungkap dugaan penyimpangan pemberian fasilitas kredit di Bank Mandiri yang mengakibatkan potensi kerugian negara sebesar Rp1 triliun.
”Preseden tahun 2005 seharusnya menjadi contoh bagi Kejagung saat ini. Dulu saja dugaan penyimpangan Rp1 triliun bisa diusut. Sekarang nilainya jauh lebih besar, mencapai puluhan triliun. Masa Kejagung diam?” tegas Uchok, menyentil kinerja Kejagung.
Uchok juga membandingkan situasi ini dengan langkah berani Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan yang telah lebih dulu mengusut kasus serupa di tingkat daerah. Pada tahun 2024, Polda Sulsel menangani dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit fiktif di Bank Mandiri Cabang Makassar, dengan temuan dugaan kerugian negara hingga Rp55 miliar. Modus operandi yang terungkap meliputi pencairan kredit menggunakan data fiktif dan ganda, serta manipulasi data penghasilan calon debitur.
”Pelaku di Makassar bahkan menaikkan nilai gaji pokok secara fiktif untuk memenuhi syarat pencairan. Parahnya, proses itu tidak melalui analisis kredit yang seharusnya ketat. Ini bukti bahwa sistem bisa dibobol dan patut dicurigai melibatkan jaringan internal,” kata Uchok.
CBA mendesak Kejagung untuk bertindak cepat dan profesional guna menjaga kredibilitas sektor perbankan nasional, serta mencegah terulangnya praktik manipulatif dalam pemberian kredit yang dapat membahayakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan.
”Kalau Kejagung diam, publik akan menilai bahwa penegakan hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Kredit macet Rp28,8 triliun ini bukan angka kecil, dan rakyat berhak tahu siapa yang harus bertanggung jawab,” pungkas Uchok Sky Khadafi. (**)