CBA Desak Prabowo Copot Agus Gumiwang, Perusahaan Istri Menteri Gagal Bayar Utang Rp76 Miliar

Jakarta, Otoritas.co.id – Desakan reshuffle kabinet semakin menguat. Direktur Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, menuding Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita telah mempermalukan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Sorotan tersebut muncul akibat masalah keuangan yang membelit PT Asiana Senopati, perusahaan properti milik istri Agus, Loemongga Haoemasan. Berdasarkan Putusan Perdamaian No. 880/PN Jaksel tanggal 29 April 2024, perusahaan itu diwajibkan melunasi utang sebesar Rp76,96 miliar. Namun hingga tenggat Juni 2024, yang baru dibayarkan hanya Rp2,5 miliar, sementara sisanya Rp74,46 miliar masih menunggak.
“Agus ini sudah memalukan publik sekaligus pemerintahan Prabowo. Kalau kepada satu pihak saja ingkar janji, bagaimana kepada presiden? Maka lebih baik dicopot saja Menteri Perindustrian ini,” tegas Uchok dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (10/9/2025).
Menurut Uchok, kegagalan menyelesaikan kewajiban hukum tidak bisa dianggap sekadar urusan bisnis keluarga, melainkan langsung mencoreng kredibilitas seorang pejabat negara. “Kalau komitmen terhadap putusan pengadilan saja tidak dijalankan, bagaimana bisa dipercaya memegang amanah besar di pemerintahan?” ujarnya.
Isu ini sekaligus memperkuat spekulasi reshuffle yang belakangan ramai dibicarakan di lingkaran Istana. Publik menilai Presiden Prabowo perlu mengambil langkah tegas, terlebih Agus merupakan kader Partai Golkar dengan posisi strategis di kabinet.
“Kalau Prabowo ingin menunjukkan ketegasan sekaligus komitmen pada pemerintahan yang bersih, maka Agus harus masuk daftar reshuffle. Jangan sampai persoalan pribadi seorang menteri merusak wibawa Presiden,” tekan Uchok.
Hingga berita ini diturunkan, Agus Gumiwang maupun Kementerian Perindustrian belum memberikan tanggapan atas desakan tersebut. Sementara itu, tekanan politik terus menguat. Jika reshuffle benar dilakukan, Prabowo berpotensi mendapat citra tegas. Namun jika tidak, isu ini bisa terus menjadi bola panas yang mengguncang stabilitas kepercayaan publik terhadap kabinet. (**)
