31 Juli 2025

CBA Desak Kejagung Usut Dugaan Mark-Up Proyek Dermaga Teluk Sulaiman Berau

0
images (68)

Jakarta, otoritas.co.id — Proyek pembangunan Dermaga Teluk Sulaiman di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, menjadi sorotan publik setelah muncul dugaan praktik mark-up dan penyimpangan dalam proses lelang yang berlangsung sejak tahun 2020 hingga 2025. Center for Budget Analysis (CBA) mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) segera turun tangan melakukan audit investigatif menyeluruh terhadap proyek bernilai puluhan miliar rupiah tersebut.

Direktur Eksekutif CBA, Uchok Sky Khadafi, menyoroti sedikitnya empat paket proyek pembangunan pelabuhan yang dicurigai mengandung unsur penggelembungan anggaran (mark-up) dan indikasi kolusi antara panitia lelang dan perusahaan pemenang tender.

“Empat proyek ini menunjukkan pola yang mencurigakan. Proyek dikerjakan oleh perusahaan yang sama dalam dua tahun berturut-turut, dan nilai kontraknya sangat tinggi. Ini bukan hal biasa,” tegas Uchok, Jumat (25/7).

Polemik dimulai pada tahun 2020, ketika proyek tahap I dimenangkan oleh PT Jasin Effrin Jaya dengan nilai negosiasi Rp11,04 miliar dari pagu Rp11,70 miliar. Perusahaan yang sama kembali memenangkan proyek tahun berikutnya senilai Rp17,48 miliar dari pagu Rp18,24 miliar.

Tahun 2024, giliran PT Cemara Megah Persada memenangkan tender lanjutan dengan nilai kontrak Rp11,08 miliar. Sementara itu, pada Juni 2025, CV Mustika Intan Nia memenangi proyek dengan nilai Rp12,76 miliar.

“Bila tidak ada hubungan khusus, sulit dipercaya satu perusahaan bisa langganan proyek dua tahun berturut-turut dengan nilai jumbo. Ini harus diselidiki,” kata Uchok.

CBA meminta Kejagung untuk tidak hanya memeriksa dokumen tender secara administratif, tetapi juga menelusuri jejak digital, termasuk IP address yang digunakan saat proses e-procurement. Hal ini dinilai penting untuk membongkar kemungkinan rekayasa sistem lelang.

“Zaman digital begini, tidak cukup lihat berkas fisik. Telusuri juga aktivitas online mereka. Jangan sampai modus lama masih menipu aparat,” tambahnya.

Selain itu, CBA mendesak audit fisik konstruksi yang dilakukan bersama BPK, mengingat indikasi ketidaksesuaian antara pekerjaan di lapangan dan spesifikasi dalam kontrak. Terutama pada kualitas dan volume beton yang diduga tidak memenuhi standar SNI 2847-2019.

“Kalau benar kualitas dan kuantitas material tidak sesuai kontrak, itu jelas merugikan negara. Harus diusut secara menyeluruh,” ujar Uchok.

CBA juga menyoroti penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang diduga di-mark-up, menjadi pintu masuk bagi aparat hukum untuk menelusuri potensi kerugian keuangan negara.

“Setiap proyek publik harus bisa dipertanggungjawabkan. Bila terjadi penyimpangan, maka harus ada sanksi hukum. Ini soal kepercayaan publik,” tutup Uchok.

Kini, perhatian publik tertuju pada respons Kejaksaan Agung. Apakah akan bergerak cepat menindaklanjuti dugaan korupsi ini, atau justru membiarkan proyek strategis tersebut menjadi ladang permainan anggaran?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *