Bank DKI Berganti Nama Jadi Bank Jakarta, Benarkah di Ambang Kebangkrutan?

Jakarta, otoritas.co.id – Pergantian nama Bank DKI menjadi Bank Jakarta pada tahun 2024 menuai beragam spekulasi. Banyak pihak menduga langkah ini lebih dari sekadar rebranding, melainkan upaya untuk mengaburkan masalah internal yang selama ini melilit manajemen.
Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, menjadi salah satu kritikus terdepan. Ia mengungkapkan serangkaian kejanggalan finansial pascapergantian nama tersebut, bahkan mengindikasikan bahwa Bank Jakarta bisa menghadapi kebangkrutan.
Uchok menyoroti penurunan laba Bank Jakarta yang tajam. “Pada tahun 2023, perusahaan masih meraup laba berjalan Rp1 triliun. Namun, di tahun 2024 hanya mencatatkan laba Rp779 miliar,” ungkap Uchok kepada media pada Selasa (15/7). Penurunan laba sebesar Rp221 miliar ini, menurutnya, tidak disikapi serius oleh direksi maupun komisaris Bank Jakarta.
“Mereka terlihat masa bodoh. Yang penting anggaran operasional untuk biaya karyawan tetap mengalir deras, yakni sebesar Rp1,1 triliun pada 2024, naik dari Rp978 miliar pada 2023,” sindirnya.
Selain penurunan laba, Uchok juga menyoroti dugaan kebocoran dana perusahaan hingga Rp100 miliar. Ia merasa heran dengan respons santai Bank Jakarta terhadap masalah sebesar itu. “Tidak ada pertanggungjawaban serius. Mungkin dana Rp100 miliar itu dianggap bukan dana nasabah, tapi dana para iblis, sehingga didiamkan saja,” ujar Uchok dengan nada satir.
Kejanggalan lain yang dibeberkan Uchok adalah penyertaan saham Bank Jakarta pada PT Asuransi Bangun Askrida sebesar Rp17,337 miliar per 31 Desember 2024, yang anehnya tidak menghasilkan pendapatan dividen sama sekali. “Ini sangat janggal. Penyertaan saham seharusnya memberikan hasil. Tapi ini justru tidak menghasilkan dividen sama sekali. Perusahaan malah terkesan buang-buang duit,” imbuhnya.
Melihat kondisi tersebut, Uchok memperingatkan bahwa Bank Jakarta terancam bangkrut. “Kalau seperti ini terus, bukan tidak mungkin Bank Jakarta akan menghadapi kebangkrutan. Nasibnya bisa sial terus: laba turun Rp221 miliar, tidak dapat dividen, dan dana perusahaan bocor,” tegasnya.
Ia mendesak agar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai pemegang saham mayoritas segera turun tangan. “Masyarakat Jakarta berhak tahu ke mana uang daerah ini mengalir. Jangan sampai Bank Jakarta menjadi beban baru dalam dunia perbankan milik pemerintah daerah,” pungkasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, Bank Jakarta belum memberikan tanggapan terkait pernyataan yang dilontarkan Uchok Sky Khadafi. (**)