APJATEL Ungkap Empat Tantangan Besar Infrastruktur Digital: Ancaman Serius bagi Indonesia Emas 2045
Jakarta, otoritas.co.id – Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (APJATEL) mengungkapkan setidaknya empat tantangan kritis dalam pembangunan infrastruktur digital Indonesia yang dapat mengancam pencapaian visi Indonesia Emas 2045.
Hal ini disampaikan langsung oleh Ketua Umum APJATEL Jerry Mangasas Swandy dalam presentasi bertajuk “Internet Indonesia 2025 : Arah, Tantangan, dan Kolaborasi” di Jakarta, Kamis 20 November 2025.
“Sebagai asosiasi yang menaungi para penyelenggara jaringan telekomunikasi, kami mengalami langsung kompleksitas dan inefisiensi dalam penggelaran infrastruktur yang menghambat laju pembangunan nasional,” tegas Jerry dalam paparannya.
Jerry memaparkan empat tantangan utama yang dihadapi para penyelenggara jaringan. Pertama soal beban Biaya regulasi berlapis.
Menurutnya, perusahaan tidak hanya membayar pajak biasa,tetapi juga dibebani berbagai biaya spesifik seperti Contribution Charge (CC), Network Access Charge (NAC), dan biaya hak penempatan kabel dengan tarif tidak seragam antar daerah.
“Biaya regulasi yang berlapis ini meningkatkan CAPEX dan OPEX secara signifikan, yang akhirnya berdampak pada harga layanan ke konsumen,” ujar Jerry.
Kedua, proses perizinan berbelit dan premanisme. Meski Permendagri No.7/2024 telah diterbitkan, banyak daerah masih menerapkan mekanisme perizinan yang berbeda-beda, tumpang tindih, dan mahal.
“Yang lebih memprihatinkan, premanisme berupa pemerasan terkait pengerjaan proyek masih terjadi, menambah biaya dan menimbulkan rasa tidak aman,” keluhnya.
Ketiga, akses lahan strategis yang rumit. Akses ke lahan BUMN seperti PT KAI, jalan tol, dan kawasan konservasi Taman Nasional (KLHK) menghadapi kendala prosedur yang kompleks dengan tarif tidak standar.
“Proses negosiasi yang memakan waktu sangat lama ini menghambat pembangunan jaringan backbone dan backhaul strategis,” paparnya.
Keempat, kebijakan noratorium yang tidak tepat sasaran. Jelasnya, kebijakan moratorium izin oleh Kominfo dinilai menjerat pelaku usaha yang serius dan telah berinvestasi besar.
“Moratorium seharusnya lebih ditargetkan pada pelaku nakal, bukan pelaku yang serius. Kebijakan ini membunuh iklim investasi dan inovasi,” kritik Jerry.
Jerry memperingatkan bahwa hambatan-hambatan ini berakibat langsung pada tiga hal. Peratama terhambatnya kecepatan penggelaran jaringan. Kedua tingginya harga layanan fixed broadband ke konsumen. Ketiga terganggunya target rasio harga terjangkau dan visi digital Indonesia
“Tanpa infrastruktur pasif fiber optik yang masif dan efisien, target-target transformasi digital dan Indonesia Emas 2045 akan sulit dicapai,” tegasnya.
APJATEL merekomendasikan empat solusi strategis diantaranya penyederhanaan regulasi dan biaya.
“Kami meminta Kominfo dan Kemenkeu mereview dan mengharmonisasikan tarif regulatory cost,serta memberikan insentif fiskal untuk investasi di daerah 3T,” jelas Jerry.
Kedua soal penataan perizinan dan penegakan hukum. “Perlu digitalisasi perizinan daerah yang terintegrasi penuh dengan OSS,serta pembentukan satgas khusus untuk memberantas premanisme di proyek infrastruktur,” jelas Jerry.
“Kominfo sebagai koordinator harus membentuk satgas yang beranggotakan kementerian terkait dan asosiasi untuk memantau progres dan menjadi pusat pengaduan,” sambungnya.
APJATEL telah memulai program tiang bersama,termasuk mock-up di Tangerang dan Deli Serdang yang dihadiri langsung Menkominfo Meutya Viada Hafid.
“Sharing infrastuktur adalah solusi efisien untuk mengurangi dampak kerusakan jaringan dan meningkatkan performa layanan,” kata Jerry.
Jerry menegaskan komitmen APJATEL untuk terus berkolaborasi dengan semua pemangku kepentingan.
“Kami siap mendukung penuh visi digital pemerintah, tetapi perlu kondisi ekosistem yang mendukung. Dengan penyederhanaan regulasi dan kolaborasi nyata, kami yakin Indonesia Emas 2045 dapat tercapai,” tutup Jerry.
