Kasus Suap Haji Robert Kembali Mencuat, CBA Desak KPK Tak Tumpul ke Atas

Jakarta, otoritas.co.id – Dugaan kasus suap bernilai miliaran rupiah yang menyeret nama pengusaha tambang ternama, Haji Robert Nitiyudo Wachjo, kembali menjadi sorotan publik. Gelombang desakan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bertindak tegas pun semakin menguat.
Kasus ini diduga melibatkan aliran dana kepada mantan Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba, yang telah meninggal dunia. Namun, hingga kini proses hukum kasus tersebut dinilai berjalan lambat dan belum memberikan kepastian hukum yang jelas.
Direktur Centre for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, menilai kondisi ini mencerminkan lemahnya penegakan hukum di Indonesia yang sering dianggap tajam ke bawah, namun tumpul ke atas.
“Kasus rakyat kecil bisa cepat diproses, tapi yang besar justru jalan di tempat. Kalau ini terus dibiarkan, kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum bisa runtuh,” ujar Uchok dalam keterangannya, Senin (6/10/2025).
Uchok mendesak agar KPK segera memanggil kembali Haji Robert dan menelusuri seluruh aliran dana yang diduga terkait kasus tersebut.
“KPK tidak boleh ragu. Jangan sampai publik menganggap KPK takut terhadap kekuatan ekonomi dan politik di balik kasus ini,” tegasnya.
Selain sorotan hukum, struktur bisnis PT Nusa Halmahera Minerals (NHM) yang dipimpin Haji Robert juga menjadi perhatian publik. Dua anaknya, Rahmani Nitiyudo dan Rafael Nitiyudo, diketahui aktif dalam manajemen perusahaan. Rahmani kerap mewakili NHM dalam acara resmi, termasuk peresmian Dry Stack Tailing (DST) Plant, sementara Rafael menjabat sebagai Direktur Operasional.
Meskipun keduanya terlibat dalam pengelolaan perusahaan, sejauh ini tidak ada bukti hukum yang mengaitkan Rahmani maupun Rafael dengan dugaan suap tersebut. Namun, para pengamat menilai hal ini semakin menegaskan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam tata kelola bisnis keluarga besar NHM.
Kini publik menanti langkah konkret KPK — apakah akan menelusuri aliran dana hingga tuntas, atau membiarkan kasus ini meredup seperti sejumlah perkara besar lainnya yang berakhir tanpa kepastian.
“Kalau KPK tak berani buka semua fakta, publik akan kembali percaya bahwa hukum hanya tegas untuk yang lemah,” tutup Uchok.