16 September 2025

Kerugian Rp5,7 Triliun, PADHI Minta Penegakan Hukum Naik Kelas di Berau

0
IMG-20250830-WA0009

Berau, otoritas.co.id – Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, kembali disorot setelah maraknya aktivitas tambang batu bara ilegal yang merugikan negara dalam jumlah fantastis. Aktivitas yang berlangsung puluhan tahun itu diduga melibatkan jejaring pengusaha besar, broker lokal, hingga oknum aparat yang menutup mata.

Ketua Padepokan Hukum Indonesia (PADHI) Wilayah Kaltim, Siswansyah, menegaskan kondisi di Berau sudah masuk kategori darurat.

“Publik sedang menunggu nyali Kapolres, Kejaksaan, dan DPRD Berau. Apakah berani memutus rantai tambang ilegal yang sudah mengakar dan merugikan negara hingga triliunan rupiah,” ujarnya dalam keterangan pers, Sabtu (30/8/2025).

Salah satu titik yang disorot adalah tambang ilegal di Jalan Poros Kelay KM 32. Meski sempat disegel aparat, aktivitas justru berlanjut di lokasi lain, termasuk sekitar Pondok Pesantren Hidayatullah, dengan distribusi diduga tetap melalui jetty Letter S sebagai pintu keluar batu bara.

“Kasus ini ibarat gunung es. Yang disegel hanya satu titik, tapi aliran batu bara ilegal di Berau masih deras. Ada dugaan kuat keterlibatan pengusaha besar, para broker lokal, hingga oknum aparat,” kata Siswansyah.

Ia menambahkan, hukum di Berau tumpul terhadap mafia tambang, tetapi tajam kepada rakyat kecil. “Kekayaan hanya dinikmati segelintir orang, sementara masyarakat miskin tetap dibiarkan,” tegasnya.

Data Direktorat Tindak Pidana Korporasi Bareskrim Polri mencatat, praktik tambang ilegal di Kaltim, termasuk Berau, menimbulkan kerugian negara Rp5,7 triliun. Rinciannya, Rp3,5 triliun dari hilangnya batu bara sejak 2016 dan Rp2,2 triliun dari kerusakan hutan seluas 4.236 hektare.

Di Berau sendiri, kerugian potensial dari tambang liar ditaksir mencapai ratusan miliar hingga triliunan rupiah, belum termasuk dampak lingkungan.

“Hutan rusak tidak bisa kembali dalam waktu singkat. Ekosistem hancur, sungai tercemar, dan masyarakat sekitar jadi korban,” ujar Siswansyah.

Menurut PADHI, praktik ilegal ini dikendalikan pemodal besar dan pengusaha bayangan yang menguasai alat berat, logistik, hingga akses pasar. Sementara broker lokal menjadi penghubung sekaligus pengatur distribusi ke jetty.

Oknum aparat juga disebut-sebut ikut memberi perlindungan, sehingga tambang ilegal tetap berjalan meski ada penutupan resmi.

“Kalau Kapolda Kaltim atau Kapolres tidak berani menelusuri aktor-aktor ini, Berau akan tetap menjadi surga tambang ilegal. Penegakan hukum harus naik kelas, tidak boleh berhenti di operator lapangan,” tegasnya.

Siswansyah menyebut, publik kini menunggu langkah nyata Kapolres Berau yang baru menjabat.

“Apakah berani menutup jalur distribusi di jetty Letter S, menelusuri aliran dana, dan menyeret aktor intelektual ke meja hijau? Itu akan jadi tolak ukur kepercayaan masyarakat terhadap Polri,” katanya.

Ia menegaskan, hanya keberanian menuntaskan kasus ini yang akan memulihkan kepercayaan publik. “Kalau hanya seremonial penyegelan, Polri akan dianggap tidak serius,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *