19 Oktober 2025

Ketika Ideologi Memudar: Ancaman bagi Kedaulatan Bangsa

0
IMG-20250713-WA0041

Oleh : Yudhie Haryono, CEO Nusantara Centre

 

“Begitu seorang presiden mulai berpikir tentang pertumbuhan ekonomi, hampir tidak mungkin baginya untuk memikirkan hal lain.” (Robert Lucas, 1995).

Apakah kutipan tersebut mencerminkan apa yang terjadi dalam 25 tahun perjalanan reformasi kita? Mari kita telaah bersama.

Alih-alih tumbuhnya rasa memiliki terhadap negara, justru dalam dua dekade terakhir kita menyaksikan degradasi serius. Dalam sepuluh tahun terakhir, semakin tampak gejala munculnya “negara swasta” yang secara sistematis menjalankan agenda swastanisasi, privatisasi, deregulasi, dan de-ideologisasi. Inilah resep ajaib mazhab neoliberalisme: menjadikan pasar sebagai tuan, sekaligus menolak kehadiran negara yang sejahtera dan warga-negara yang sentosa.

Narasi pertumbuhan ekonomi pun dijadikan mantra utama. Namun, di balik itu, pemerintah nyaris tak menyelesaikan satu pun problem rakyat miskin: mulai dari penggusuran tempat tinggal, pengalihan kepemilikan tanah, pengusiran dari wilayah hunian, hingga abainya negara dalam menghadapi bencana, badai PHK, pelemahan hukum, serta konflik horizontal antara warga, aparat, dan konglomerat.

Sementara itu, pengelolaan keuangan negara berjalan dengan inefisiensi dan biaya tinggi. Layanan publik tak konsisten, menyebabkan defisit anggaran yang justru dibebankan pada rakyat melalui peningkatan pajak. Ironisnya, transparansi dan akuntabilitas anggaran kian mengabur, bahkan terasa menipu. Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) bukan diberantas, malah kian mengakar di semua lini.

Kondisi ini memperparah kesenjangan. Layanan negara tak lagi inklusif. Akses dan fasilitas hanya dinikmati segelintir elit. Ketimpangan sosial makin melebar. Keuntungan dan prioritas pembangunan lebih berpihak pada korporasi besar, konglomerat, oligarki, serta kekuatan asing dan aseng. Publik ditinggalkan.

Lahirnya negara swasta ini diperkuat oleh rabunnya ideologi para aparatus negara. Mereka lupa tujuan, konsensus, konstitusi, dan sejarah berdirinya republik ini. Padahal, ideologi negara bukan sekadar hiasan. Ia adalah jantung dari keberlangsungan bangsa.

Secara teoritik, ideologi negara memiliki fungsi yang sangat vital dalam kehidupan bernegara. Ia menjadi panduan utama dalam menyusun kebijakan pemerintahan, berperan sebagai sumber hukum serta rujukan dalam mempercepat arah pembangunan. Ideologi negara juga menjadi fondasi yang mempersatukan masyarakat, menjembatani keberagaman suku, agama, dan ras agar menyatu dalam satu identitas nasional. Di dalam proses pembangunan, ideologi ini menjadi penentu arah, prioritas, model, dan pendekatan yang digunakan, sehingga pembangunan tidak kehilangan arah dan akar. Ia pun membentuk nilai-nilai kebangsaan dan norma kenegaraan yang hidup dalam masyarakat, mempengaruhi perilaku warga negara agar terbentuk budaya dan mentalitas yang berakar pada jati diri bangsa. Pada akhirnya, keberadaan ideologi negara memperkuat legitimasi kekuasaan pemerintahan, membangkitkan rasa percaya serta rasa memiliki warga terhadap negaranya.

Tanpa ideologi Pancasila sebagai dasar negara, kita hanya akan melahirkan terlalu banyak pejabat-penjahat yang tidak berguna, serta menelurkan undang-undang yang tak berpihak dan tak berfungsi bagi rakyat.

Reformasi seharusnya membebaskan rakyat. Namun kini, kita justru dikekang oleh oligarki dan ilusi pertumbuhan ekonomi. Saatnya kembali ke akar: ideologi bangsa, konstitusi, dan tujuan bernegara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *