12 Juli 2025

Membangun Peradaban Besar dengan Ekopol Pancasila

0
IMG-20250706-WA0027

Oleh: Yudhie Haryono – CEO Nusantara Centre

 

OTORITAS.co.id – Sudah saatnya kita mengubur kekerdilan berpikir, menghapus mentalitas sempit, dan berhenti menjadi jago kandang. Karena sejatinya, setiap peradaban besar selalu lahir dari pikiran besar yang diwujudkan oleh manusia-manusia besar. Tanpa itu, mustahil sebuah bangsa bisa tumbuh menjadi kekuatan yang disegani di dunia. Indonesia adalah tanah yang pernah melahirkan peradaban besar—Tarumanegara, Mataram, Sriwijaya, Majapahit, hingga Nusantara. Kita pun pernah menjadi mercusuar kemerdekaan dunia, salah satunya dibuktikan lewat Konferensi Asia-Afrika tahun 1955 yang mengguncang tatanan kolonialisme global. Warisan kebesaran itu adalah milik kita. Namun, sudah puluhan tahun kita menjauhinya.

Salah satu warisan pemikiran besar bangsa ini adalah gagasan tentang Ekonomi-Politik Pancasila (Ekopol Pancasila). Sebuah fondasi filosofis dan konstitusional yang digali dari nilai-nilai luhur bangsa. Namun dalam dua dekade terakhir, bangsa ini justru kehilangan arah. Kita tak lagi melahirkan ide-ide besar dan pemimpin-pemimpin visioner. Sebaliknya, sistem politik dan ekonomi kita dirusak oleh praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), menjadikan negeri ini juara dalam liga keterpurukan baik di tingkat regional ASEAN maupun dalam lingkup internasional.

Walau ekonomi terus berjalan secara administratif, Kementerian Keuangan mencatat aset negara hanya mencapai Rp 13.692,4 triliun per 31 Desember 2024. Angka ini menunjukkan pertumbuhan, namun secara substansi sangat kecil dan memprihatinkan untuk ukuran negara sebesar Indonesia. Hal ini terjadi karena paradigma pembangunan kita didominasi oleh ekonometrika, mazhab neoliberal, dan teori-teori textbook yang miskin konteks sosial-budaya bangsa sendiri. Para perumus kebijakan ekonomi justru menjadi agen kekayaan negara lain, mengabdi pada kepentingan korporasi global dan menjadi pengkhianat sistem ekopol pancasila yang menjunjung kerakyatan dan keadilan sosial.

Jika bangsa ini ingin menjadi besar, maka kita harus berani meninggalkan paradigma lama. Sudah waktunya kita mengucapkan selamat tinggal pada neoliberalisme, dan menyambut kembali pikiran-pikiran jenius dan kerakyatan dari Ekopol Pancasila. Kita harus menggali kembali nilai-nilai fundamental yang pernah menjadi kekuatan utama bangsa: kebersamaan, kebutuhan bersama, keselarasan hidup, semangat gotong-royong, dan pemerataan. Sistem ini bukan sekadar alternatif, tapi antitesis dari sistem neolib yang selama ini hanya melahirkan individualisme, kerakusan, dominasi pasar, dan ketimpangan ekstrem.

Dalam semangat Ekopol Pancasila, negara harus hadir secara nyata dalam kehidupan rakyat. Pasar dikelola untuk kepentingan bersama, kurs ditetapkan untuk menjaga stabilitas, koperasi menjadi sokoguru ekonomi, APBN dikelola secara sehat tanpa utang luar negeri berlebihan, dan subsidi diberikan demi kesejahteraan. Negara juga harus memberdayakan BUMN, memperkuat insentif untuk rakyat kecil, serta menegakkan regulasi yang adil dan berkeadilan.

Jika sistem ini dijalankan secara konsisten, maka mimpi-mimpi besar bangsa dapat diwujudkan. Kita bisa membangun negeri tanpa kemiskinan dan kelaparan, menyediakan akses pendidikan, kesehatan, papan dan sandang yang layak, serta menjamin air bersih dan sanitasi berkualitas untuk seluruh rakyat. Energi bersih dan terjangkau pun bisa menjadi nyata, begitu juga dengan terciptanya kesetaraan gender dan kesempatan kerja yang manusiawi. Kita akan hidup dalam negara yang penuh dengan inovasi, industri ramah lingkungan, infrastruktur berkelanjutan, dan bebas dari kesenjangan sosial.

Lebih dari itu, Ekopol Pancasila juga mendorong pembangunan kota dan permukiman yang layak huni, konsumsi pangan yang bertanggung jawab, serta penanganan perubahan iklim secara berkelanjutan. Kita menjaga ekosistem darat, laut, dan udara dengan penuh tanggung jawab. Dalam lingkup kenegaraan, sistem ini mendorong terwujudnya perdamaian, keadilan, dan kelembagaan yang tangguh, disertai semangat kolaborasi dan gotong royong. Kita mencita-citakan republik yang bersih dari penipu, pencopet, maling, dan rampok. Negeri ini harus bebas dari KKN dan dipimpin oleh komunitas epistemik yang berpegang pada nilai-nilai hukum dan kebijaksanaan.

Dengan berlandaskan pada pandangan hidup yang theo-antro-eco sentris, Indonesia dapat kembali menjadi pusat peradaban. Kita mampu mewarnai Asia Tenggara, memimpin Asia, dan memberi kontribusi bermakna bagi dunia. Indonesia bisa menjadi mercusuar semesta, bukan dengan mengikuti sistem asing, melainkan dengan menggali kembali warisan pemikiran besar dari Ekopol Pancasila dan mewujudkannya secara nyata—oleh kita sendiri, untuk dunia. (**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *